11 Agustus, 2008

pesantren

“Ketika Aku Masuk Pesantren”

Aku seorang anak SMP yang sebentar lagi akan lulus-lulusan dan meneruskan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Seperti anak SMP lainnya, aku sangat memperhatikan penampilan. Bukan itu saja, pergaulan juga. Sehingga setiap pulang sekolah aku pasti melaksanakan rutinitasku bersama teman-teman yaitu nongkrong diwarung Gaul yang letaknya tidak jauh dari sekolahku. Sangat tidak di pungkiri kalau pergaulan disana sangat membahayakan. Mestipun yang aku lihat hanya sekedar berpacaran dengan mesra dan menghisap rokok, namun menurutku sangat tidak wajar. Mestipun aku selalu berteman dengan orang-orang seperti itu namun pemikiran dan prilaku aku dengan teman-teman selalu bertentangan dan berbeda sekali. Walaupun begitu, aku mencoba untuk bisa mengimbangi dengan mereka karena rasa solidaritas.

Lambat laun aku mulai berfikir akan pergaulan yang aku jalani pasti akan merusak prilaku. Sedikit-demi sedikit aku mencoba menjauh dengan mereka, dan itu disadari oleh teman-temanku. Di sisi lain aku mulai mengikuti pengajian yang berada di daerah rumahku. Mestipun malu, karena kelihatannya aku paling besar dan paling tua namun itu tidak menjadi penghalang bagi ku untuk belajar agama. Aku diajarkan membaca Al-Qur’an dan Shalat. Akupun mengaplikasikan ilmu itu dalam kehidupan sehari-hari. Saat iti aku baru bisa menghafal huruf-huruf hijayah dengan tidak lancar dan mengerjakan shalat lima waktu hanya beberapa waktu saja. Kendalaku, aku sangat susah untuk bisa bangun subuh. Namun aku tetap berusaha untuk bisa mengerjakan shalat, walau hanya magrib dan ashar. Karena subuh susah bangun, magrib masih berada dalam perjalanan dan isya ketiduran.

Kelulusan sudah tiba, aku dan teman-teman akan melanjutkan kejenjang selanjutnya. Ayahku sudah mempersiapkan untuk mendaftarkan aku ke SMA yang ada di daerah Jakarta, begitu juga teman-temanku sedah merencanakan untuk masuk SMA pilihannya. Namun kenapa hatiku lebih memilih untuk masuk pesantren. Banyak sekali cerita menakutkan yang ku dengar tentang kehidupan dipesantren. Hal ini juga sempat menciutkan nyaliku, namun hatiku selalu melawannya, hingga aku benar-benar terdaftar menjadi salah satu calon murid baru pesantren yang aku pilih.

Sebulan tinggal dipesantren sangat tidak menyenangkan, karena kehidupan dan suasananya sangat berbeda sekali dengan apa yang biasa aku lakukan. Aku harus berusaha untuk bisa beradaptasi dengan menyeimbangkan kegiatan sekaligus pelajarannya. Sulit bagiku untuk bisa bangun subuh dan ketika mulai belajar kitab kuning untuk yang pertama kali. Tidak terbayangkan aku sudah menempuh pendidikan pesanterku selama tiga tahun dan sebentar lagi aku lulus-lulusan dan menempuh pendidikan kejenjang selanjutnya. Aktivitas yang tadi sulit sekarang sudah menjadi rutinitasku dan pelajaran kitab kuning sudah menjadi makanan sehari-hariku yang sangat menyenangkan. Sekarang aku menjalankan pendidikan S1 ku di Universitas Islam Negri dengan disambili mengajar TPA dan Privat Al-Qur’an anak-anak. Terimakasih Ya Allah atas semua Karunia yang telah engkau berikan hingga aku bisa seperti ini, doaku dalam setiap sujud shalat ku.

YUNITA DISKARIANI LESTARI