Di
sebuah desa nan indah hiduplah sebuah keluarga bahagia. Keluarga itu sangat
bersahaja, sopan dan berwibawa yang dikaruniai seorang putri nan cantik jelita
bernawa Bawang Putih. Setiap hari Bawang Putih selalu berlaku ramah terhadap
orang tua, tetangga dan teman-temannya hingga hampir semua anak laki-laki yang
berada di desa itu menyukai Bawang Putih. Namun dengan bangganya Bawang Putih
selalu menolak laki-laki yang datang ke rumah untuk melamarnya atau hanya sekedar untuk berkunjung melihat
kecantikan bawang putih karena bawang putih merasa harus merawat ibunya yang terkadang
batuk darah. Banyak laki-laki yang patah hati dan galau karena kaget terhadap
perlakuan Bawang putih yang ternyata sombong. Banyak pula laki-laki yang pantang
menyerah dan tetap mencoba datang ke rumah bawang putih walau sudah ratusan
kali diusir atau tidak dibukakan pintu oleh Bawang Putih. Dipojok kamarnya,
Bawang putih selalu menangis atas perlakuan sombongnya yang dia khususkan pada
laki-laki ganjen, menurutnya kesehatan dan kenyamanan ibunya lebih penting
ketimbang memikirkan lamaran-lamaran laki-laki yang datang lebih dari dari
sepuluh orang setiap harinya.
***
Di
desa sebrang terdapat janda cantik nan galak yang mempunyai anak bernama Bawang
Merah. Bawang Merah adalah gadis cantik yang ramah terhadap tetangga dan
teman-temannya namun durhaka terhadap ibunya. Bawang Merah memendam kekesalan
sejak kecil terhadap ibunya karena telah mengusir ayah yang paling dicintainya
hingga akhirnya Bawang Merah tumbuh dalam kekurangan kasih sayang ayah. Setiap
hari Bawang Merah menolak untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang diperintahkan
ibunya, dia lebih memilih untuk main dan berkumpul dengan teman laki-lakinya di
pasar walaupun hanya sekedar duduk-duduk minum kopi. Suatu pagi, ketika Bawang
Merah sedang duduk-duduk di pasar tiba-tiba ibunya datang dan menyuruhnya
pulang, Bawang Merah menolak dan membentak-bentak sang ibu dengan kata-kata
kasar dan spontan ibunya langsung menjewer Bawang Merah hingga rumah. Di rumah,
Bawang Merah dan Ibunya bertengkar hebat, keduanya beradu mulut dan beradu otot
hingga keduanya sakit hati dan sakit fisik.
Ke
esokan harinya, di sebuah pasar yang ramai dengan penjual dan pembeli terdapat
Bawang Merah yang sedang bersenda gurau dengan teman-teman laki-lakinya di atas
bale bamboo yang berada di pojokan pasar. Tiba-tiba ada laki-laki tampan yang
terlihat sedikit tua datang menghampiri Bawang Merah, “ Permisi, sedang apa
nak, pagi-pagi kau sudah berada disini, harusnya kau berada di rumah untuk
membereskan rumah atau berada di sungai untuk mencuci pakaian ”, tanya
laki-laki tampan yang terlihat sedikit tua kepada Bawang Merah. Sentak Bawang
Merah kaget mendengar suara laki-laki itu, namun bukannya marah atau kesal,
Bawang Merah malah tersipu malu dan mengeluarkan senyum kecil nan manis seraya
berkata pada laki-laki tampan yang sedikit tua itu “ saya tadi sedang membeli
sayuran pa, untuk dimasak di rumah, kebetulan tadi saya melihat ada teman-teman
saya jadi saya menghampiri mereka sebentar ”. Dengan nada yang ragu-ragu dalam
menjawab, Bawang Merah memang terlihat berbohong, namun sang laki-laki tampan
nan sedikit tua itu menyembunyikan dan menunjukan kepercayaan terhadap ucapan
Bawang Merah, Bawang Merah pun permisi pulang untuk ingin segera memasak. Di
perjalanan Bawang Merah senyum-senyum dan berlari-lari kecil melukiskan
kesenangan yang mungkin datangnya dari laki-laki tampan tadi. Setibanya di
rumah Bawang Merah langsung meminta pakaian kotor ibunya untuk dia cucikan di
sungai, ibunya sekejap kaget dan bingung namun tak dihiraukannya.
***
Uhuk…
uhuk… uhuk… uhuk… uhuk… uhuk… (mengeluarkan darah segar),
itulah yang terjadi setiap hari di kamar, dari kejauhan Bawang Putih meneteskan
air mata tiap kali melihat ibunya batuk-batuk namun cepat-cepat dia hapus agar
tidak terlihat sang ibu. Bawang Putih segera mengambilkan air putih hangat
untuk diberikan pada ibunya. Dan sedikit berbincang-bincang agar ibunya tidak
merasa kesepian. Ayah yang tadi pagi sebelum berangkat ke pasar untuk berjualan
terlihat mencium kening sang istri sangat lama, berbisik di telinganya “
istriku, aku menyayangimu, aku mencintaimu, kau sangat cantik, kau sangat
hebat, aku bangga padamu ”. Itulah
aktifitas pagi yang selalu ayah lakukan kepada ibu, hingga ibu selalu terlihat
bahagia dan ceria walau batuk darahnya sudah menggerogoti badannya hingga
kurus. Semua pekerjaan rumah dilakukan Bawang Putih dengan gembira, dari
memasak, mencuci baju, membersihkan rumah hingga merawat kedua orang tuanya,
tak lupa iya juga menyempatkan diri untuk menolong tetangganya apabila
membutuhkan bantuannya karena tetangga sebelah rumahnya sudah tua renta dan tak
memiliki satupun saudara. Memang Bawang Putuh sangat perduli pada lingkungan
sekitar, namun aneh sekali sifatnya itu sangat mendadak berubah ketika
menghadapi laki-laki yang menyukainya, entah mengapa. Wallahu’alam.
***
“
Bu… ibu… hari ini Bawang Merah yang masak dan belanja ke pasar ya “ teriak
bawang merah dengan semangat dan pergi menjauh dari rumah tanpa berpamintan
kepada ibu. Di pasar, Bawang Merah memasang mata tajam seraya mencari sosok
yang kemarin ditemuinya, alhasil sosok itupun ada dan cepat-cepat Bawang Merah
menghampiri sosok itu sambil tersenyum-senyum kecil. “ Asalamu’alaikum pa,”
sapa Bawang Merah dengan ramah, ternyata laki-laki tampan yang terlihat sedikit
tua itu adalah salah satu penjual sayuran di pasar. “ Wa’alalikum salam nak,
wah senang sekali bisa bertemu lagi, pasti kamu kesini mau membeli sayuran
untuk dimasak ya ” sahut laki-laki itu dengan ramahnya, “ iya pa, hari ini saya
mau masak sayur asam dengan sambal” akhirnya Bawang Merah diberi sayuran dan
cabai dengan gratis.
Di
rumah, ibu Bawang Merah kebingungan melihat anaknya yang mendadak jadi rajin,
namun dalam hati ia bersyukur dengan harapan anaknya akan begini terus
sikapnya, tidak seperti dahulu yang durhaka dan pemalas.
***
Di
pasar yang ramai, terlihat Bawang Putih berlari kencang menyusul ayahnya yang
sedang berjualan. Bawang Putih tergopoh-gopong kelelahan karena sangat khawatir
dengan keadaan ibunya yang baru saja mengeluarkan darah, bukan saja dari mulut
namun dari lubang hidung dan kedua telinganya. “ Ayah… Ayah… cepat pulang yah,
kondisi ibu menurun drastis, Bawang Putih takut ibu kenapa-napa yah,“ melihat
Bawang Putih yang panik ayahnya segera meninggalkan dagangannya dan berlari
pulang ke rumah bersama Bawang Putih, ternyata di rumah sudah ada beberapa
orang yang berada di dalam kamar sang ibu, ternyata sang ibu sudah meninggal
sepuluh menit yang lalu ketika seorang tetangganya yang tua renta melihat
Bawang Putih berlari ke pasar dan dia melihat ke kamar ibu, ternyata ibu Bawang
Putih sudah tiada. Berhari-hari Bawang Putih menangis dan mengurung diri di
kamar, berhari-hari pun ayah tidak berjualan ke pasar, aroma kesedihan sangat
terlihat jelas di kelurga tersebut.
***
Di
teras rumah yang kecil, terlihat Bawang Merah melamun sendirian, entah apa yang
dipikirkannya, yang pasti sudah hampir dua minggu Bawang Merah menyengajakan
pergi ke pasar untuk bertemu dengan sosok laki-laki yang tak kunjung di
temuinya, yang ternyata dari pertemuan pertama itu sudah timbul benih-benih
cinta di hati Bawang Merah. Sifat Bawang Merah kembali seperti semula, durhaka
terhadap ibunya dan juga pemalas namun karena sifat ibunya yang juga sangat
galak menjadikan Bawang Merah dan Ibunya melakukan adu mulut dan adu otot setiap
harinya dan tak ada yang mengalah.
Seminggu
pun berlalu dengan beberapa kali pertengkaran ibu dan anak yang hampir rutin
setiap hari, namun sore ini berbeda, ibu Bawang Merah mendadak jadi senyum-senyum
sendiri dan menghiraukan teriakan-teriakan kasar dari Bawang Merah yang
terkadang itu yang menjadi pertengkaran, entah dikarenakan apa, yang pasti
sejak tadi siang sepulangnya ibu Bawang Merah Bekerja di toko baju, wajah ibu
ceria dan merah merona seperti habis bertemu dengan tambatan hati. Benar
sekali, ternyata ibu Bawang Merah kepincut dengan pembeli yang tadi datang ke
tokonya bukan untuk membeli pakaian, melainkan untuk memberikannya beberapa
potong baju yang masih bagus-bagus kepunyaan almarhumah istrinya yang katanya
sayang jika tidak digunakan dan hanya disimpan dalam lemari, lebih baik
diberikan keorang agar bermanfaat.
Bawang
Merah benar-benar curiga dengan sikap ibunya yang akhir-akhir ini menjadi
sedikit lebih ramah terhadapnya, namun tetap dihiraukannya karena menurut
Bawang Merah itu hanya sementara, yang pasti Bawang Merah tak henti-hetinya
setiap pagi pergi ke pasar dengan harapan bisa bertemu dengan sosok laki-laki
tampan yang memang sedikit terlihat tua.
Pagi
ini Bawang Merah pergi ke pasar untuk membeli sayur, bukan untuk mengobrol
dengan teman laki-lakinya, suatu rutinitas yang baru dia lakukan sejak dia
bertemu dengan sosok laki-laki tampan yang sedikit terlihat tua itu. Bawang
Merah senang sekali karena akhirnya ia bertemu dengan sosok itu, Bawang Merah
pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, dia mengobrol banyak dan sesekali
melontarkan pujian dan perhatian supaya sosok itu menyadari benih cinta yang
ada dalam hati Bawang Merah. Enam bulan pun berlalu dan rutinitas itu selalu Bawang
Merah lakukan setiap pagi hingga terlihat keakraban antara Bawang Merah dengan
sosok laki-laki itu.
***
Di
ruang tamu yang megah, Bawang Putih dan ayahnya berbincang-bincang kecil, mulai
dari ayahnya yang menanyakan kapan Bawang Putih akan menerima lamaran salah
salah satu laki-laki yang sering datang kerumahnya, sampai dengan Bawang Putih
yang bertanya kepada ayahnya kapan akan memberikan ibu baru, karena Bawang
Putih kasihan melihat ayah yang selalu melamun setiap malam. Mereka terhanyut
dalam tawa masing-masing. Terlihat jelas sekali keakraban antara ayah dan anak
tersebut.
***
Di
sudut toko baju yang sepi pembeli, ibu Bawang Merah galau, ia berharap sosok
laki-laki yang pernah memberikannya beberapa potong baju itu akan datang
kembali karena ibu Bawang Merah ingin sekali mengungkapkan perasaannya,
perasaan yang tumbuh sejak pertama bertemu, dan Tuhan pun mendengarnya, secara
tiba-tiba datang sosok itu yang berniat untuk membelikan hadiah baju untuk
anaknya, sosok itupun meminta tolong kepada ibu Bawang Merah untuk dicarikan
baju yang modelnya sesuai dengan usia anaknya, kebetulan sekali anak sosok
laki-laki itu seusia dengan Bawang Merah hingga ibu Bawang Merah pun tidak
mengalami kesulitan untuk mencarikan baju yang cocok. Setelah dipilihkan ternyata
pilihannya cocok dengan selera sosok laki-laki itu, “ wah terimakasih banyak
ibu, sudah membantu mencarikan baju untuk hadiah anak saya, sepertinya anak
saya akan terlihat lebih cantik mengenakan baju ini”, keduanya pun saling
pandang dan tersenyum. Di dalam hati ibu Bawang Merah ada keinginan untuk
mengatakan perasaannya, namun disisi lain dia tidak berani. Sosok laki-laki
itupun pergi kian menjauh hingga banyangannya sudah tidak terlihat lagi.
***
“
Nak, hari ini mau masak apa? ” tanya pedagang sayuran kepada Bawang Merah yang
tidak lain adalah sosok laki-laki tampan yang terlihat sedikit tua. Bawang
Merah pun senang sekali setiap pagi bisa melihat laki-laki itu, selain menjadi
rajin ke pasar, Bawah Merah pun menjadi padai memasak. “ Mau masak tumis
kangkung pa, ada kangkungnya pa? ” tanya Bawang Merah. “ Ada nak, mau berapa
ikat? ” tanya pedagang sayur dengan senyumnya yang ramah. Bawang Merah semakin
menggebu-gebu, perasaannya makin tidak karuan, benih-benih cintanya sudah
semakin besar, seperti sudah tak bisa di bending lagi, Bawang Merah merasakan
kenyamanan setiap berada di dekat laki-laki itu, sepertinya Bawang Merah sudah
bulat untuk menjadikan sosok lelaki itu sebagai kekasihnya bahkan suaminya.
Wajah Bawang Merah pun memerah tak karuan, dia ingin sekali mengungkapkan
perasaannya, walaupun malu.
Tiba-tiba
sosok laki-laki itu memanggilnya, “ nak, boleh saya kenal nama kamu?” makin
saja jantung Bawang Merah berdetak kencang.
Singkat
cerita, Bawang Merah diajak menikah oleh sosok laki-laki tampan yang terlihat
sedikit tua itu yang tidak lain adalah ayah dari Bawang Putih. Ternyata ayah
Bawang Putih juga mempunyai perasaan yang sama, jatuh cinta pada pandangan
pertama. Ibu Bawang Merah sangat terkejut, kaget, dan marah ketika melihat
seorang laki-laki datang ke rumahnya untuk melamar putrinya, seorang laki-laki
yang juga dia cintai, seorang laki-laki yang telah mencuri perasaannya sejak
pertama bertemu di toko baju itu, dan sekarang laki-laki itu ada di depan
wajahnya untuk meminta izin melamar putrinya yaitu Bawang Merah.
Waktu
berjalan sangat cepat, Bawang Merah dan sosok laki-laki itu sudah melangsungkan
pernikahan. Mereka hidup bahagia, Bawang Merah yang pandai sekali memasak,
menjadi istri yang sangat dicintai suaminya, namun kebahagiaan itu musnah kala
Ibu Bawang Merah dan Bawang Putih bersekongkol untuk menghancurkan rumah tangga
mereka dengan meracuni masakan yang dibuat Bawang Merah. Sifat iri dan dengki
ibu Bawang Merah dan Bawang Putih terhadap kebahagiaan Bawang Merah menjadikan
pintu hatinya selalu diselimuti oleh sifat ingin balas dendam dan merebut semua
kebahagiaan yang dimiliki Bawang Merah. Hingga suatu kejadian tragis pun
terjadi, ayah Bawang Putih dan Bawang Merah keracunan hingga nyawanya tidak
bisa tertolong lagi.
Satu
tahun setelah wafat ayah Bawang Putih dan Bawang Merah, kehidupan ibu Bawang
Merah dan Bawang Putih menjadi tidak karuan, bukannya bahagia, mereka seakan
diliputi rasa bersalah yang teramat sangat. Bayang-bayang perbuatannya yang
telah meracuni makanan itu selalu teringat dan akhirnya Ibu Bawang Merah dan
Bawang Putih menjadi gila. Seluruh warga mencemoohnya, dan tanpa sadar mereka
selalu mengatakan “ Maafkan saya… Maafkan saya… Maafkan saya… saya yang telah
membunuhnya ”
Dan
akhirnya mereka berdua dibawa oleh warga ke rumah sakit jiwa.
***
SELESAI
Yunita
(Sebelum Revisi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar