30 Mei, 2012

Menjelang H-30 usia 22 tahun

Hari ini tepat H-30 usiaku akan meranja 22 tahun, usia yang hampir setengah matang untuk menuju dewasa. Ohhh, dewasa... mahluk apakah itu?

Banyak sekali hal-hal yang harus dibenahi untuk menuju usia 22 tahun ini, dari mulai ahlak, pemikiran, perbuatan, sampai perasaan. Sepertinya banyak juga prinsip-prinsip baru yang harus di buat dan prinsip-prinsip lama yang harus di tangguhkan, ahh apa cobaa!!!

Usia 22 tahun.... sebentar lagi usiaku 22 tahun, harus sedih, senang atau apa yaa??
yang pasti aku sangat bersyukur karna banyak sekali Anugrah Allah Yang Indah yang aku dapati hingga hari ini. Alhamdulillah tugas-tugas perkembangan dewasa awal terjalani dengan baik.

Tuhanku yang Maha Baik, aku hanya ingin bersyukur atas segala Kebahagiaan yang kau berikan.

Kebahagiaan atas karunia malaikan dunia terbaik, ayah dan bunda yang sangat aku cintai
Kebahagiaan atas dua mutiara terindah yang selalu menemani hari-hariku, Desty dan Intan tersayang
Kebahagiaan atas adik-adik kecil yang menyenangkan
Kebahagiaan atas sahabat-sahabat terkasih yang selalu ada
Kebahagiaan atas semua orang yang kau kirim untukku

Terimakasih Robb, Atas semua Nikmat yang tiada tara ini,,

Aku sadar... ketika kau ciptakan sedih untukku, ketika kau ciptakan bahagia untukku itu semua sebab untuk membuatku semakin dewasa dalam berfikir dan bertindak.

Robb, di usiaku yang ke 22 tahun, aku mohon terus berikan aku hidayah-Mu, terus berikan keIstiqomahan untukku, terus jagain sholat-sholat wajib dan sunnahku, terus terangi hatiku dengan cahayamu,

Robb, hanya ucapan Syukur Alhamdulillah, dan Terimakasih yang tak terhingga yang bisa aku ucapkan atas semua Anugrah ini.

Semoga Engkau terus menjagaku, selalu dan selamanya.

25 Mei, 2012

Revisi Dongeng Bawang Merah da bawang Putih


“ Brakkk…” suara Bawang Putih membanting pintu.
“ Jangan pernah kau datang lagi kerumah ini ” teriak Bawang Putih ketika sedang mengusir laki-laki yang datang kerumahnya.

Entah mengapa Bawang Putih selalu memarahi laki-laki yang datang kerumahnya untuk melamar atau hanya sekedar untuk berkunjung melihat kecantikan bawang putih. Banyak laki-laki yang patah hati dan galau karena kaget terhadap perlakuan Bawang Putih yang ternyata sombong. Banyak pula laki-laki yang pantang menyerah dan tetap mencoba datang ke rumah Bawang Putih walau sudah ratusan kali diusir atau tidak dibukakan pintu oleh Bawang Putih. Dipojok kamarnya, Bawang Putih selalu menangis atas perlakuan sombongnya yang dia khususkan pada laki-laki ganjen, menurutnya kesehatan dan kenyamanan ibunya lebih penting ketimbang memikirkan lamaran-lamaran laki-laki itu.
***
            “ Bawang Merah… Bawang Merah ” teriak sang ibu dari dapur. “ Apa si bu, manggil-manggil ” sahut Bawang Merah dengan suara jutek. “ Ayo nak, kau cuci pakaianmu ke sungai mumpung masih pagi ”, “ Ahh, ibu saja, Bawang Merah malas ”.

Bawang Merah memendam kekesalan sejak kecil terhadap ibunya karena telah mengusir ayah yang paling dicintainya hingga akhirnya Bawang Merah tumbuh dalam kekurangan kasih sayang ayah. Setiap hari Bawang Merah menolak untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang diperintahkan ibunya, dia lebih memilih untuk bermain dan berkumpul dengan teman laki-lakinya di pasar walaupun hanya sekedar duduk-duduk minum kopi. Suatu pagi, ketika Bawang Merah sedang duduk-duduk di pasar tiba-tiba ibunya datang dan menyuruhnya pulang, Bawang Merah menolak dan membentak-bentak sang ibu dengan kata-kata kasar,  spontan ibunya langsung menjewer telinga Bawang Merah hingga rumah. Di rumah, Bawang Merah dan Ibunya bertengkar hebat, keduanya beradu mulut dan beradu otot hingga keduanya sakit hati dan sakit fisik.

Ke esokan harinya, di sebuah pasar yang ramai dengan penjual dan pembeli terdapat Bawang Merah yang sedang bersenda gurau dengan teman-teman laki-lakinya di atas bale bamboo yang berada di pojokan pasar. Tiba-tiba ada laki-laki tampan yang terlihat sedikit tua datang menghampiri Bawang mereka.

“ Permisi, maaf, kalian sedang apa disini, ini tempat saya berjualan, lebih baik kalian bekerja dari pada harus menghabiskan waktu tak karuan disini, kamu juga, kamu kan perempuan, sedang apa pagi-pagi sudah ada disini, anak perempuan harusnya ada dirumah untuk memasak, atau disungai untuk mencuci pakaian ”, tanya laki-laki tampan yang terlihat sedikit tua kepada Bawang Merah. Sentak Bawang Merah kaget mendengar suara laki-laki itu, namun bukannya marah atau kesal, Bawang Merah malah tersipu malu dan mengeluarkan senyum kecil nan manis seraya berkata pada laki-laki tampan yang sedikit tua itu.

“ Saya tadi sedang membeli sayuran pa, untuk dimasak di rumah, kebetulan tadi saya melihat ada teman-teman saya jadi saya menghampiri mereka sebentar ”. Dengan nada yang ragu-ragu dalam menjawab, Bawang Merah memang terlihat berbohong, namun sang laki-laki tampan nan sedikit tua itu menyembunyikan dan menunjukan kepercayaan terhadap ucapan Bawang Merah.

 Bawang Merah pun permisi pulang untuk ingin segera memasak walaupun sebenarnya itu bohongan. Di perjalanan Bawang Merah senyum-senyum dan berlari-lari kecil melukiskan kesenangan yang mungkin datangnya dari laki-laki tampan tadi. Setibanya di rumah Bawang Merah langsung meminta pakaian kotor ibunya untuk dia cucikan di sungai, ibunya sekejap kaget dan bingung namun tak dihiraukannya.
*** 
Uhuk… uhuk… uhuk… mengeluarkan darah segar,
itulah yang terjadi setiap hari di kamar, dari kejauhan Bawang Putih meneteskan air mata tiap kali melihat ibunya batuk-batuk namun cepat-cepat dia hapus agar tidak terlihat sang ibu. Bawang Putih segera mengambilkan air putih hangat untuk diberikan pada ibunya. Dan sedikit berbincang-bincang agar ibunya tidak merasa kesepian. 

Ayah yang tadi pagi sebelum berangkat ke pasar untuk berjualan terlihat mencium kening sang istri sangat lama, berbisik di telinganya “ istriku, aku menyayangimu, aku mencintaimu, kau sangat cantik, kau sangat hebat, aku bangga padamu ”. 

Itulah aktifitas pagi yang selalu ayah lakukan kepada ibu, hingga ibu selalu terlihat bahagia dan ceria walau batuk darahnya sudah menggerogoti badannya hingga kurus. Semua pekerjaan rumah dilakukan Bawang Putih dengan gembira, dari memasak, mencuci baju, membersihkan rumah hingga merawat kedua orang tuanya, tak lupa iya juga menyempatkan diri untuk menolong tetangganya apabila membutuhkan bantuannya karena tetangga sebelah rumahnya sudah tua renta dan tak memiliki satupun saudara. Memang Bawang Putuh sangat perduli pada lingkungan sekitar, namun aneh sekali sifatnya itu sangat mendadak berubah ketika menghadapi laki-laki yang menyukainya, entah mengapa.
*** 
“ Bu… ibu… hari ini Bawang Merah yang masak dan belanja ke pasar ya “ teriak bawang merah dengan semangat dan pergi menjauh dari rumah tanpa berpamintan kepada ibu.

Di pasar, Bawang Merah memasang mata tajam seraya mencari sosok yang kemarin ditemuinya, alhasil sosok itupun ada dan cepat-cepat Bawang Merah menghampiri sosok itu sambil tersenyum-senyum kecil. 

“ Asalamu’alaikum pa,” sapa Bawang Merah dengan ramah.
Ternyata laki-laki tampan yang terlihat sedikit tua itu adalah salah satu penjual sayuran di pasar.
“ Wa’alalikum salam nak, wah senang sekali bisa bertemu lagi, pasti kamu kesini mau membeli sayuran untuk dimasak ya ” sahut laki-laki itu dengan ramahnya,
“ iya pa, hari ini saya mau masak sayur asam dengan sambal ”. Akhirnya Bawang Merah diberi sayuran dan cabai dengan gratis. 

Di rumah, ibu Bawang Merah kebingungan melihat anaknya yang mendadak jadi rajin, namun dalam hati ia bersyukur dengan harapan anaknya akan begini terus sikapnya, tidak seperti dahulu yang durhaka dan pemalas.
*** 
Di pasar yang ramai, terlihat Bawang Putih berlari kencang menyusul ayahnya yang sedang berjualan. Bawang Putih tergopoh-gopong kelelahan karena sangat khawatir dengan keadaan ibunya yang baru saja mengeluarkan darah, bukan saja dari mulut namun dari lubang hidung dan kedua telinganya. 

“ Ayah… Ayah… cepat pulang yah, kondisi ibu menurun drastis, Bawang Putih takut ibu kenapa-napa yah,“ melihat Bawang Putih yang panik ayahnya segera meninggalkan dagangannya dan berlari pulang ke rumah bersama Bawang Putih, ternyata di rumah sudah ada beberapa orang yang berada di dalam kamar sang ibu, ternyata sang ibu sudah meninggal sepuluh menit yang lalu ketika seorang tetangganya yang tua renta melihat Bawang Putih berlari ke pasar dan dia melihat ke kamar ibu, ternyata ibu Bawang Putih sudah tiada. Berhari-hari Bawang Putih menangis dan mengurung diri di kamar, berhari-hari pun ayah tidak berjualan ke pasar, aroma kesedihan sangat terlihat jelas di kelurga tersebut.
*** 
Di teras rumah yang kecil, terlihat Bawang Merah melamun sendirian, entah apa yang dipikirkannya, yang pasti sudah hampir dua minggu Bawang Merah menyengajakan pergi ke pasar untuk bertemu dengan sosok laki-laki yang tak kunjung di temuinya, yang ternyata dari pertemuan pertama itu sudah timbul benih-benih cinta di hati Bawang Merah. Sifat Bawang Merah kembali seperti semula, durhaka terhadap ibunya dan juga pemalas namun karena sifat ibunya yang juga sangat galak menjadikan Bawang Merah dan Ibunya melakukan adu mulut dan adu otot setiap harinya dan tak ada yang mengalah.

Seminggu pun berlalu dengan beberapa kali pertengkaran ibu dan anak yang hampir rutin setiap hari, namun sore ini berbeda, ibu Bawang Merah mendadak jadi senyum-senyum sendiri dan menghiraukan teriakan-teriakan kasar dari Bawang Merah yang terkadang itu yang menjadi pertengkaran, entah dikarenakan apa, yang pasti sejak tadi siang sepulangnya ibu Bawang Merah Bekerja di toko baju, wajah ibu ceria dan merah merona seperti habis bertemu dengan tambatan hati. Benar sekali, ternyata ibu Bawang Merah kepincut dengan pembeli yang tadi datang ke tokonya bukan untuk membeli pakaian, melainkan untuk memberikannya beberapa potong baju yang masih bagus-bagus kepunyaan almarhumah istrinya yang katanya sayang jika tidak digunakan dan hanya disimpan dalam lemari, lebih baik diberikan agar bermanfaat.

Bawang Merah benar-benar curiga dengan sikap ibunya yang akhir-akhir ini menjadi sedikit lebih ramah terhadapnya, namun tetap dihiraukannya karena menurut Bawang Merah itu hanya sementara, yang pasti Bawang Merah tak henti-hetinya setiap pagi pergi ke pasar dengan harapan bisa bertemu dengan sosok laki-laki tampan yang memang sedikit terlihat tua. 

Pagi ini Bawang Merah pergi ke pasar untuk membeli sayur, bukan untuk mengobrol dengan teman laki-lakinya, suatu rutinitas yang baru dia lakukan sejak dia bertemu dengan sosok laki-laki tampan yang sedikit terlihat tua itu. Bawang Merah senang sekali karena akhirnya ia bertemu dengan sosok itu, Bawang Merah pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, dia mengobrol banyak dan sesekali melontarkan pujian dan perhatian supaya sosok itu menyadari benih cinta yang ada dalam hati Bawang Merah. Enam bulan pun berlalu dan rutinitas itu selalu Bawang Merah lakukan setiap pagi hingga terlihat keakraban antara Bawang Merah dengan sosok laki-laki itu.
*** 
Di ruang tamu yang megah, Bawang Putih dan ayahnya berbincang-bincang kecil, mulai dari ayahnya yang menanyakan kapan Bawang Putih akan menerima lamaran salah salah satu laki-laki yang sering datang kerumahnya, sampai dengan Bawang Putih yang bertanya kepada ayahnya kapan akan memberikan ibu baru, karena Bawang Putih kasihan melihat ayah yang selalu melamun setiap malam. Mereka terhanyut dalam tawa masing-masing. Terlihat jelas sekali keakraban antara ayah dan anak tersebut.
*** 
Di sudut toko baju yang sepi pembeli, ibu Bawang Merah galau, ia berharap sosok laki-laki yang pernah memberikannya beberapa potong baju itu akan datang kembali karena ibu Bawang Merah ingin sekali mengungkapkan perasaannya, perasaan yang tumbuh sejak pertama bertemu, dan Tuhan pun mendengarnya, secara tiba-tiba datang sosok itu yang berniat untuk membelikan hadiah baju untuk anaknya, sosok itupun meminta tolong kepada ibu Bawang Merah untuk dicarikan baju yang modelnya sesuai dengan usia anaknya, kebetulan sekali anak sosok laki-laki itu seusia dengan Bawang Merah hingga ibu Bawang Merah pun tidak mengalami kesulitan untuk mencarikan baju yang cocok. Setelah dipilihkan ternyata pilihannya cocok dengan selera sosok laki-laki itu, “ wah terimakasih banyak ibu, sudah membantu mencarikan baju untuk hadiah anak saya, sepertinya anak saya akan terlihat lebih cantik mengenakan baju ini ”, keduanya pun saling pandang dan tersenyum. Di dalam hati ibu Bawang Merah ada keinginan untuk mengatakan perasaannya, namun disisi lain dia tidak berani. Sosok laki-laki itupun pergi kian menjauh hingga banyangannya sudah tidak terlihat lagi.
*** 
“ Nak, hari ini mau masak apa? ” tanya pedagang sayuran kepada Bawang Merah yang tidak lain adalah sosok laki-laki tampan yang terlihat sedikit tua. Bawang Merah pun senang sekali setiap pagi bisa melihat laki-laki itu, selain menjadi rajin ke pasar, Bawah Merah pun menjadi padai memasak. “ Mau masak tumis kangkung pa, ada kangkungnya pa? ” tanya Bawang Merah. “ Ada nak, mau berapa ikat? ” tanya pedagang sayur dengan senyumnya yang ramah. Bawang Merah semakin menggebu-gebu, perasaannya makin tidak karuan, benih-benih cintanya sudah semakin besar, seperti sudah tak bisa di bending lagi, Bawang Merah merasakan kenyamanan setiap berada di dekat laki-laki itu, sepertinya Bawang Merah sudah bulat untuk menjadikan sosok lelaki itu sebagai kekasihnya bahkan suaminya. Wajah Bawang Merah pun memerah tak karuan, dia ingin sekali mengungkapkan perasaannya, walaupun malu.  

Tiba-tiba sosok laki-laki itu memanggilnya, “ nak, boleh saya kenal nama kamu?” makin saja jantung Bawang Merah berdetak kencang.

Singkat cerita, Bawang Merah diajak menikah oleh sosok laki-laki tampan yang terlihat sedikit tua itu yang tidak lain adalah ayah dari Bawang Putih. Ternyata ayah Bawang Putih juga mempunyai perasaan yang sama, jatuh cinta pada pandangan pertama. Ibu Bawang Merah sangat terkejut, kaget, dan marah ketika melihat seorang laki-laki datang ke rumahnya untuk melamar putrinya, seorang laki-laki yang juga dia cintai, seorang laki-laki yang telah mencuri perasaannya sejak pertama bertemu di toko baju itu, dan sekarang laki-laki itu ada di depan wajahnya untuk meminta izin melamar putrinya yaitu Bawang Merah.

Waktu berjalan sangat cepat, Bawang Merah dan sosok laki-laki itu sudah melangsungkan pernikahan. Mereka hidup bahagia, Bawang Merah yang pandai sekali memasak, menjadi istri yang sangat dicintai suaminya, namun kebahagiaan itu musnah kala Ibu Bawang Merah berniat menghancurkan rumah tangga mereka. Sifat iri dan dengki ibu Bawang Merah terhadap kebahagiaan Bawang Merah menjadikan pintu hatinya selalu diselimuti oleh sifat ingin balas dendam dan merebut semua kebahagiaan yang dimiliki Bawang Merah. Hingga suatu kejadian tragis pun terjadi, Bawang Merah diajak kesebuah rumah kosong oleh ibunya, lalu Bawang Merah disiksa dengan beberapakali dipukuli. Bawang Merah kesakitan, ia menangis minta ampun, namun ibunya tak menghiraukan, ibunya tetap memukuli Bawang Merah hingga pingsan.
***
Di dalam rumah ada Bawang Putih yang sedang menonton TV, sedari tadi ia mencari mama tirinya yaitu Bawang Merah yang sangat ia cintai walaupun umurnya tak jauh berbeda dengannya, namun tak kunjung ada, “ mama… mama…” teriak Bawang Putih. Bawang Putih cemas, ia keluar rumah untuk mencari namun tak juga ketemu.
***
Di dalam rumah kosong, Bawang Merah tersadar tangannya terikat dan badannya memar-memar, ia mencoba melepaskan ikatan tangannya dan melarikan diri. Karena rasa haus dan lapar yang teramat sangat ia pergi mencari air ke sungai. Di sungai Bawang Merah minum, badannya mulai segar kembali dan ia segera pulang ke rumah untuk mengadukan perbuatan ibunya kepada suaminya dan anak tirinya. Akhirnya, mereka bertiga pergi ke kentor polisi dan ibu Bawang Merah ditangkap dengan laporan penganiayaan. Ibu Bawang Merah mendapat hukum pidana dengan pasal 19 ayat 1 yaitu hukuman selama 5 tahun 5 bulan.
***
Bawang Putih hidup dalam keluarga yang bahagia, walaupun dengan mama tiri, namun mereka saling menyayangi. Dua tahun kemudian, Bawang Putih dilamar oleh seorang pangeran tampan yang baik hati, mereka menikah dan dikaruniai seorang putra yang tampan, dan mama tirinya yaitu Bawang Merah telah dikaruniai anak kembar yang cantik dan lucu bernama Bawang Bombai dan Bawang Seledri. Keluarga tersebut hidup rukun dan bahagia.
SELESAI

20 Mei, 2012

Menggambar Kata


1.    Mengapa Saya Menulis
Menulis, menulis, menulis, ahhh itu suatu yang membosankan jika dijalani dengan paksaan. Namun tidak bagi orang yang merasa menulis adalah kebutuhan, saya sangat merasakan hal itu, ketika saya merasa menulis itu suatu kebutuhan, kebutuhan saya untuk meluapkan semua perasaan saya, baik penting atau tidak penting, baik sedih atau bahagia, baik bermanfaat atau tidak, yang pasti menulis merupakan suatu kebutuhan saya untuk saya dapat menjadi manusia. Itu saja. Cukup.

2.    Menggambar wajah
Saya malu, jika harus berlama-lama membayangkan wajah saya di cermin, wajah yang selalu saya syukuri walaupun jauh dari kata mirip dari artis-artis bollywood, yang pasti banyak misteri yang ada di dalam wajah saya, hehehe. Wajah yang selalu mengantarkan saya untuk bertemu, berkenalan dan menjalin hubungan dengan semua kerabat saya. Ahhh wajahh, semoga dengan wajah yang pas-pasan ini dapat mengantarkan saya ke Syurga-Mu ya Allah.

3.    Menggambar suara
Saat ini, yang saya dengar hanya ada suara TV yang sedang memberitakan pernikahan Anang dan Ashanty, suatu berita yang mungkin setiap wanita yang belum menikah menginginkannya, ohhh tuhan kapan saya bertemu dengan jodoh saya, kapan disebutkannya nama saya di depan penghulu, hussss sudahlah, pasti ada saatnya. Saya sangat senang jika mendengar suara anak-anak berceloteh, bertanya, bercerita atau hanya sekedar memanggil nama saya, “ka nitaaaa” itu yang selalu membuat saya merasa ada di dunia ini, mendadak saya menjadi kangen dengan mereka semua.

4.    Menggambar Rasa
   Sed ari tadi, saya menulis disambili dengan mengunyah keripik kentang yang terlihat orange namun tidak pedas, inilah rasa, rasa yang terkadang bisa terbohongi dari kasat mata, yang hanya bisa dirasa saat kita mencoba. Saya bingung sekali bagaimana menggambar rasa, termasuk rasa keripik ini, yang membuat saya kecewa dan merasa tertipu dengan warna dan wanginya. 

5.    Menggambar Kenangan
Saya ingin meneteskan air mata jika harus mengorek kenangan ini, kenangan ketika saya ditinggal sahabat saya tanpa sebab. Sahabat yang selalu saya anggap sebagai sahabat terbaik, terbaik, dan terbaik, yang saya tidak percaya jika ini bisa terjadi. Ditinggal sahabat tanpa sebab sudah hampir 2 tahun saya kehilangannya. Sosok nya masih ada di hati saya, di fb saya namun ruh dan senyumnya sudah sirnah. Saya ingin marah namun saya hanya bisa menangis kencang. Sudahlah lupakan saja, saya memang tidak ingin mengingatnya lagi, ahhh tapi mengapa hal itu yang selalu teringat, saya benci jika mengingat kenangan ini.

Sekarang saya sudah bahagia dengan hidup saya yang baru, hidup dengan lingkungan dan teman-teman baru, hari ini dan esok akan saya jadikan hari-hari saya berwarna dengan semangat dan senyuman, masa lalu biarlah menjadi kenangan dan pembelajaran hidup yang Insya Allah bermanfaat. Aamiin.

12 Mei, 2012

Rekontruksi Dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih


Di sebuah desa nan indah hiduplah sebuah keluarga bahagia. Keluarga itu sangat bersahaja, sopan dan berwibawa yang dikaruniai seorang putri nan cantik jelita bernawa Bawang Putih. Setiap hari Bawang Putih selalu berlaku ramah terhadap orang tua, tetangga dan teman-temannya hingga hampir semua anak laki-laki yang berada di desa itu menyukai Bawang Putih. Namun dengan bangganya Bawang Putih selalu menolak laki-laki yang datang ke rumah untuk melamarnya  atau hanya sekedar untuk berkunjung melihat kecantikan bawang putih karena bawang putih merasa harus merawat ibunya yang terkadang batuk darah. Banyak laki-laki yang patah hati dan galau karena kaget terhadap perlakuan Bawang putih yang ternyata sombong. Banyak pula laki-laki yang pantang menyerah dan tetap mencoba datang ke rumah bawang putih walau sudah ratusan kali diusir atau tidak dibukakan pintu oleh Bawang Putih. Dipojok kamarnya, Bawang putih selalu menangis atas perlakuan sombongnya yang dia khususkan pada laki-laki ganjen, menurutnya kesehatan dan kenyamanan ibunya lebih penting ketimbang memikirkan lamaran-lamaran laki-laki yang datang lebih dari dari sepuluh orang setiap harinya.
***
Di desa sebrang terdapat janda cantik nan galak yang mempunyai anak bernama Bawang Merah. Bawang Merah adalah gadis cantik yang ramah terhadap tetangga dan teman-temannya namun durhaka terhadap ibunya. Bawang Merah memendam kekesalan sejak kecil terhadap ibunya karena telah mengusir ayah yang paling dicintainya hingga akhirnya Bawang Merah tumbuh dalam kekurangan kasih sayang ayah. Setiap hari Bawang Merah menolak untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang diperintahkan ibunya, dia lebih memilih untuk main dan berkumpul dengan teman laki-lakinya di pasar walaupun hanya sekedar duduk-duduk minum kopi. Suatu pagi, ketika Bawang Merah sedang duduk-duduk di pasar tiba-tiba ibunya datang dan menyuruhnya pulang, Bawang Merah menolak dan membentak-bentak sang ibu dengan kata-kata kasar dan spontan ibunya langsung menjewer Bawang Merah hingga rumah. Di rumah, Bawang Merah dan Ibunya bertengkar hebat, keduanya beradu mulut dan beradu otot hingga keduanya sakit hati dan sakit fisik. 

Ke esokan harinya, di sebuah pasar yang ramai dengan penjual dan pembeli terdapat Bawang Merah yang sedang bersenda gurau dengan teman-teman laki-lakinya di atas bale bamboo yang berada di pojokan pasar. Tiba-tiba ada laki-laki tampan yang terlihat sedikit tua datang menghampiri Bawang Merah, “ Permisi, sedang apa nak, pagi-pagi kau sudah berada disini, harusnya kau berada di rumah untuk membereskan rumah atau berada di sungai untuk mencuci pakaian ”, tanya laki-laki tampan yang terlihat sedikit tua kepada Bawang Merah. Sentak Bawang Merah kaget mendengar suara laki-laki itu, namun bukannya marah atau kesal, Bawang Merah malah tersipu malu dan mengeluarkan senyum kecil nan manis seraya berkata pada laki-laki tampan yang sedikit tua itu “ saya tadi sedang membeli sayuran pa, untuk dimasak di rumah, kebetulan tadi saya melihat ada teman-teman saya jadi saya menghampiri mereka sebentar ”. Dengan nada yang ragu-ragu dalam menjawab, Bawang Merah memang terlihat berbohong, namun sang laki-laki tampan nan sedikit tua itu menyembunyikan dan menunjukan kepercayaan terhadap ucapan Bawang Merah, Bawang Merah pun permisi pulang untuk ingin segera memasak. Di perjalanan Bawang Merah senyum-senyum dan berlari-lari kecil melukiskan kesenangan yang mungkin datangnya dari laki-laki tampan tadi. Setibanya di rumah Bawang Merah langsung meminta pakaian kotor ibunya untuk dia cucikan di sungai, ibunya sekejap kaget dan bingung namun tak dihiraukannya.
*** 
Uhuk… uhuk… uhuk… uhuk… uhuk… uhuk… (mengeluarkan darah segar), itulah yang terjadi setiap hari di kamar, dari kejauhan Bawang Putih meneteskan air mata tiap kali melihat ibunya batuk-batuk namun cepat-cepat dia hapus agar tidak terlihat sang ibu. Bawang Putih segera mengambilkan air putih hangat untuk diberikan pada ibunya. Dan sedikit berbincang-bincang agar ibunya tidak merasa kesepian. Ayah yang tadi pagi sebelum berangkat ke pasar untuk berjualan terlihat mencium kening sang istri sangat lama, berbisik di telinganya “ istriku, aku menyayangimu, aku mencintaimu, kau sangat cantik, kau sangat hebat, aku bangga padamu ”.  Itulah aktifitas pagi yang selalu ayah lakukan kepada ibu, hingga ibu selalu terlihat bahagia dan ceria walau batuk darahnya sudah menggerogoti badannya hingga kurus. Semua pekerjaan rumah dilakukan Bawang Putih dengan gembira, dari memasak, mencuci baju, membersihkan rumah hingga merawat kedua orang tuanya, tak lupa iya juga menyempatkan diri untuk menolong tetangganya apabila membutuhkan bantuannya karena tetangga sebelah rumahnya sudah tua renta dan tak memiliki satupun saudara. Memang Bawang Putuh sangat perduli pada lingkungan sekitar, namun aneh sekali sifatnya itu sangat mendadak berubah ketika menghadapi laki-laki yang menyukainya, entah mengapa. Wallahu’alam.
*** 
“ Bu… ibu… hari ini Bawang Merah yang masak dan belanja ke pasar ya “ teriak bawang merah dengan semangat dan pergi menjauh dari rumah tanpa berpamintan kepada ibu. Di pasar, Bawang Merah memasang mata tajam seraya mencari sosok yang kemarin ditemuinya, alhasil sosok itupun ada dan cepat-cepat Bawang Merah menghampiri sosok itu sambil tersenyum-senyum kecil. “ Asalamu’alaikum pa,” sapa Bawang Merah dengan ramah, ternyata laki-laki tampan yang terlihat sedikit tua itu adalah salah satu penjual sayuran di pasar. “ Wa’alalikum salam nak, wah senang sekali bisa bertemu lagi, pasti kamu kesini mau membeli sayuran untuk dimasak ya ” sahut laki-laki itu dengan ramahnya, “ iya pa, hari ini saya mau masak sayur asam dengan sambal” akhirnya Bawang Merah diberi sayuran dan cabai dengan gratis. 

Di rumah, ibu Bawang Merah kebingungan melihat anaknya yang mendadak jadi rajin, namun dalam hati ia bersyukur dengan harapan anaknya akan begini terus sikapnya, tidak seperti dahulu yang durhaka dan pemalas.
*** 
Di pasar yang ramai, terlihat Bawang Putih berlari kencang menyusul ayahnya yang sedang berjualan. Bawang Putih tergopoh-gopong kelelahan karena sangat khawatir dengan keadaan ibunya yang baru saja mengeluarkan darah, bukan saja dari mulut namun dari lubang hidung dan kedua telinganya. “ Ayah… Ayah… cepat pulang yah, kondisi ibu menurun drastis, Bawang Putih takut ibu kenapa-napa yah,“ melihat Bawang Putih yang panik ayahnya segera meninggalkan dagangannya dan berlari pulang ke rumah bersama Bawang Putih, ternyata di rumah sudah ada beberapa orang yang berada di dalam kamar sang ibu, ternyata sang ibu sudah meninggal sepuluh menit yang lalu ketika seorang tetangganya yang tua renta melihat Bawang Putih berlari ke pasar dan dia melihat ke kamar ibu, ternyata ibu Bawang Putih sudah tiada. Berhari-hari Bawang Putih menangis dan mengurung diri di kamar, berhari-hari pun ayah tidak berjualan ke pasar, aroma kesedihan sangat terlihat jelas di kelurga tersebut.
*** 
Di teras rumah yang kecil, terlihat Bawang Merah melamun sendirian, entah apa yang dipikirkannya, yang pasti sudah hampir dua minggu Bawang Merah menyengajakan pergi ke pasar untuk bertemu dengan sosok laki-laki yang tak kunjung di temuinya, yang ternyata dari pertemuan pertama itu sudah timbul benih-benih cinta di hati Bawang Merah. Sifat Bawang Merah kembali seperti semula, durhaka terhadap ibunya dan juga pemalas namun karena sifat ibunya yang juga sangat galak menjadikan Bawang Merah dan Ibunya melakukan adu mulut dan adu otot setiap harinya dan tak ada yang mengalah.

Seminggu pun berlalu dengan beberapa kali pertengkaran ibu dan anak yang hampir rutin setiap hari, namun sore ini berbeda, ibu Bawang Merah mendadak jadi senyum-senyum sendiri dan menghiraukan teriakan-teriakan kasar dari Bawang Merah yang terkadang itu yang menjadi pertengkaran, entah dikarenakan apa, yang pasti sejak tadi siang sepulangnya ibu Bawang Merah Bekerja di toko baju, wajah ibu ceria dan merah merona seperti habis bertemu dengan tambatan hati. Benar sekali, ternyata ibu Bawang Merah kepincut dengan pembeli yang tadi datang ke tokonya bukan untuk membeli pakaian, melainkan untuk memberikannya beberapa potong baju yang masih bagus-bagus kepunyaan almarhumah istrinya yang katanya sayang jika tidak digunakan dan hanya disimpan dalam lemari, lebih baik diberikan keorang agar bermanfaat.

Bawang Merah benar-benar curiga dengan sikap ibunya yang akhir-akhir ini menjadi sedikit lebih ramah terhadapnya, namun tetap dihiraukannya karena menurut Bawang Merah itu hanya sementara, yang pasti Bawang Merah tak henti-hetinya setiap pagi pergi ke pasar dengan harapan bisa bertemu dengan sosok laki-laki tampan yang memang sedikit terlihat tua. 

Pagi ini Bawang Merah pergi ke pasar untuk membeli sayur, bukan untuk mengobrol dengan teman laki-lakinya, suatu rutinitas yang baru dia lakukan sejak dia bertemu dengan sosok laki-laki tampan yang sedikit terlihat tua itu. Bawang Merah senang sekali karena akhirnya ia bertemu dengan sosok itu, Bawang Merah pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, dia mengobrol banyak dan sesekali melontarkan pujian dan perhatian supaya sosok itu menyadari benih cinta yang ada dalam hati Bawang Merah. Enam bulan pun berlalu dan rutinitas itu selalu Bawang Merah lakukan setiap pagi hingga terlihat keakraban antara Bawang Merah dengan sosok laki-laki itu.
*** 
Di ruang tamu yang megah, Bawang Putih dan ayahnya berbincang-bincang kecil, mulai dari ayahnya yang menanyakan kapan Bawang Putih akan menerima lamaran salah salah satu laki-laki yang sering datang kerumahnya, sampai dengan Bawang Putih yang bertanya kepada ayahnya kapan akan memberikan ibu baru, karena Bawang Putih kasihan melihat ayah yang selalu melamun setiap malam. Mereka terhanyut dalam tawa masing-masing. Terlihat jelas sekali keakraban antara ayah dan anak tersebut.
*** 
Di sudut toko baju yang sepi pembeli, ibu Bawang Merah galau, ia berharap sosok laki-laki yang pernah memberikannya beberapa potong baju itu akan datang kembali karena ibu Bawang Merah ingin sekali mengungkapkan perasaannya, perasaan yang tumbuh sejak pertama bertemu, dan Tuhan pun mendengarnya, secara tiba-tiba datang sosok itu yang berniat untuk membelikan hadiah baju untuk anaknya, sosok itupun meminta tolong kepada ibu Bawang Merah untuk dicarikan baju yang modelnya sesuai dengan usia anaknya, kebetulan sekali anak sosok laki-laki itu seusia dengan Bawang Merah hingga ibu Bawang Merah pun tidak mengalami kesulitan untuk mencarikan baju yang cocok. Setelah dipilihkan ternyata pilihannya cocok dengan selera sosok laki-laki itu, “ wah terimakasih banyak ibu, sudah membantu mencarikan baju untuk hadiah anak saya, sepertinya anak saya akan terlihat lebih cantik mengenakan baju ini”, keduanya pun saling pandang dan tersenyum. Di dalam hati ibu Bawang Merah ada keinginan untuk mengatakan perasaannya, namun disisi lain dia tidak berani. Sosok laki-laki itupun pergi kian menjauh hingga banyangannya sudah tidak terlihat lagi.
*** 
“ Nak, hari ini mau masak apa? ” tanya pedagang sayuran kepada Bawang Merah yang tidak lain adalah sosok laki-laki tampan yang terlihat sedikit tua. Bawang Merah pun senang sekali setiap pagi bisa melihat laki-laki itu, selain menjadi rajin ke pasar, Bawah Merah pun menjadi padai memasak. “ Mau masak tumis kangkung pa, ada kangkungnya pa? ” tanya Bawang Merah. “ Ada nak, mau berapa ikat? ” tanya pedagang sayur dengan senyumnya yang ramah. Bawang Merah semakin menggebu-gebu, perasaannya makin tidak karuan, benih-benih cintanya sudah semakin besar, seperti sudah tak bisa di bending lagi, Bawang Merah merasakan kenyamanan setiap berada di dekat laki-laki itu, sepertinya Bawang Merah sudah bulat untuk menjadikan sosok lelaki itu sebagai kekasihnya bahkan suaminya. Wajah Bawang Merah pun memerah tak karuan, dia ingin sekali mengungkapkan perasaannya, walaupun malu.  
Tiba-tiba sosok laki-laki itu memanggilnya, “ nak, boleh saya kenal nama kamu?” makin saja jantung Bawang Merah berdetak kencang.

Singkat cerita, Bawang Merah diajak menikah oleh sosok laki-laki tampan yang terlihat sedikit tua itu yang tidak lain adalah ayah dari Bawang Putih. Ternyata ayah Bawang Putih juga mempunyai perasaan yang sama, jatuh cinta pada pandangan pertama. Ibu Bawang Merah sangat terkejut, kaget, dan marah ketika melihat seorang laki-laki datang ke rumahnya untuk melamar putrinya, seorang laki-laki yang juga dia cintai, seorang laki-laki yang telah mencuri perasaannya sejak pertama bertemu di toko baju itu, dan sekarang laki-laki itu ada di depan wajahnya untuk meminta izin melamar putrinya yaitu Bawang Merah.

Waktu berjalan sangat cepat, Bawang Merah dan sosok laki-laki itu sudah melangsungkan pernikahan. Mereka hidup bahagia, Bawang Merah yang pandai sekali memasak, menjadi istri yang sangat dicintai suaminya, namun kebahagiaan itu musnah kala Ibu Bawang Merah dan Bawang Putih bersekongkol untuk menghancurkan rumah tangga mereka dengan meracuni masakan yang dibuat Bawang Merah. Sifat iri dan dengki ibu Bawang Merah dan Bawang Putih terhadap kebahagiaan Bawang Merah menjadikan pintu hatinya selalu diselimuti oleh sifat ingin balas dendam dan merebut semua kebahagiaan yang dimiliki Bawang Merah. Hingga suatu kejadian tragis pun terjadi, ayah Bawang Putih dan Bawang Merah keracunan hingga nyawanya tidak bisa tertolong lagi.

Satu tahun setelah wafat ayah Bawang Putih dan Bawang Merah, kehidupan ibu Bawang Merah dan Bawang Putih menjadi tidak karuan, bukannya bahagia, mereka seakan diliputi rasa bersalah yang teramat sangat. Bayang-bayang perbuatannya yang telah meracuni makanan itu selalu teringat dan akhirnya Ibu Bawang Merah dan Bawang Putih menjadi gila. Seluruh warga mencemoohnya, dan tanpa sadar mereka selalu mengatakan “ Maafkan saya… Maafkan saya… Maafkan saya… saya yang telah membunuhnya ”
Dan akhirnya mereka berdua dibawa oleh warga ke rumah sakit jiwa.

***
SELESAI

Yunita
(Sebelum Revisi)