15 Januari, 2011

PERCERAIAN

1. Definisi Perceraian

Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu. Maksudnya adalah UU tidak memperbolehkan perceraian dengan permufakatan saja antara suami dan isteri. Tuntutan perceraian harus dimajukan kepada Hakim secara gugat biasa dalam perkara perdata, yang harus didahului dengan meminta izin kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk menggugat. Sebelum izin diberikan, Hakim harus berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak (Djumairi Achmad, 1990: 65).

Perceraian hanya dapat dilaksanakan di hadapan sidang pengadilan, juga harus disertai alasan-alasan tertentu untuk melakukan perceraian. Putusnya perkawinan itu dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian maka dari berbagi peraturan tersebut dapat di ketahui ada dua macam perceraian yaitu cerai gugat dan cerai talak. Cerai talak hanya berlaku bagi mereka yang beragama Islam dan di ajukan oleh pihak suami. Cerai talak adalah istilah yang khusus digunakan dilingkungan Peradilan Agama untuk membedakan para pihak yang mengajukan cerai. Dalam perkara talak pihak yang mengajukan adalah suami sedangkan cerai gugat pihak yang mengajukan adalah isteri. Langgengnya kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat di inginkan oleh islam. Akad nikah di adakan adalah untuk selamanya dan seterusnya hingga meninggal dunia, agar suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam perumbuhan yang baik.

Namun pada kenyataannya tidak semua pasangan mampu merasakan kebahagiaan dan kenyamanan dalam pernikahannya seperti yang diharapkan pada awal pernikahan. Di samping masalah kebahagiaan, kepuasan dan awetnya pernikahan, terdapat pula masalah ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, dan ketidakawetannya pernikahan. Yakni pernikahan yang bertahan untuk waktu yang tidak lama dengan pasangan tetap, dan hubungan kedua pasangan suami istri tidak rukun, suasana keluarganya pun diliputi ketegangan dan konflik serta saling menyakiti yang pada dasarnya jauh dari rasa saling mengasihi bahkan mungkin saling membenci. Pada kenyataannya, untuk membangun suatu rumah tangga atau kehidupan pernikahan yang harmonis tidaklah mudah dikarenakan banyaknya faktor yang mungkin mempengaruhi, sehingga pada faktanya sampai sekarang ini banyak terjadi perceraian dalam suatu rumah tangga dari berbagai kalangan.

Apabila pergaulan kedua suami-isteri tidak dapat mencapai tujuan perkawinan, maka akan mengakibatkan perpisahan, karena tidak adanya kata kesepakatan antara suami-isteri, maka dengan keadilan Allah SWT, dibukanya suatu jalan keluar dari segala kesukaran itu, yaitu pintu perceraian. Mudah-mudahan dengan adanya jalan itu terjadilah ketertiban, dan ketentraman antara kedua belah pihak. Dan masing-masing dapat mencari pasangan yang cocok yang dapat mencapai apa yang dicita-citakan (H. Sulaiman Rasjid, 2004 : 380).

Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhmmad SAW, yang artinya sebagai berikut: “ Dari Ibnu Umar ra. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda “ Sesungguhnya yang halal yang amat dibenci Allah adalah talaq” (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah). Adapun tujuan Perceraian adalah sebagai obat, dan jalan keluar bagi suatu kesulitan yang tidak dapat diatasi lagi selain dengan perceraian. Meskipun demikian talaq masih tetap di benci Allah.

2. Faktor-faktor Penyebab Perceraian

Dalam membangun sebuah keluarga, tidak lepas dari masalah-masalah, dari yang ringan sampai yang rumit bahkan rentan terjadinya perceraian. Kesetian dan kepercayaan dalam hal ini memang menjadi faktor terpenting yang bisa membuat sebuah rumah tangga langgeng, tetapi apakah hanya kedua faktor tersebut untuk mencegah sebuah perceraian ? Lalu apa saja faktor penyebab timbulnya perceraian? dibawah ini ada faktor yang sering kali terjadi:

1) Kesetian dan Kepercayaan : Didalam hal ini yang sering kali menjadi pasangan rumah tangga bercerai, dalam hal ini baik pria ataupun wanita sering kali mengabaikan peranan kesetiaan dan kepercayaan yang diberikan pada tiap pasangan, hingga timbul sebuah perselingkuhan.

2)Seks : Didalam melakukan hubungan seks dengan pasangan kerap kali pasangan mengalami tidak puas dalam bersetubuh dengan pasangannya, sehingga menimbulkan kejenuhan tiap melakukan hal tersebut, dan tentunya anda harus mensiasati bagaimana pasangan anda mendapatkan kepuasan setiap melakukan hubungan seks.

3) Ekonomi : Tingkat kebutuhan ekonomi di jaman sekarang ini memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga seringkali perbedaan dalam pendapatan atau gaji membuat tiap pasangan berselisih, terlebih apabila sang suami yang tidak memiliki pekerjaan.

4) Pernikahan Tidak Dilandasi rasa Cinta : Untuk kasus yang satu ini biasanya terjadi karna faktor tuntutan orang tua yang mengharuskan anaknya menikah dengan pasangan yang sudah ditentukan, sehingga setelah menjalani bahtera rumah tangga sering kali pasangan tersebut tidak mengalami kecocokan.

5) Krisis moral dan akhlak : Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.

6) Perzinahan : Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.

7) Adanya masalah-masalah dalam perkawinan : Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang.

Langkah pertama dalam menanggulangi sebuah masalah perkawinan adalah :

• Adanya keterbukaan antara suami – istri
• Berusaha untuk menghargai pasangan
• Jika dalam keluarga ada masalah, sebaiknya diselesaikan secara baik-baik
• Saling menyayangi antara pasangan

3. Dampak Perceraian

Akibat perceraian ini diatur di dalam pasal 41 UU No. 1 tahun 1974, yang isinya sebagai berikut:

1) Baik Ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak. Bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak, maka Pengadilan yang memberi keputusan.

2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan, dan/ atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

Namun selain akibat-akibat perceraian yang diatur dalam UU tersebut, terdapat dampak lain yang lebih penting dan harus menjadi pertimbangan para pasangan suami istri dalam mengambil keputusan untuk bercerai.

Dampak-dampak tersebut ialah:

• Perlu dipertimbangkan baik bahwa dalam sebuah perceraian, sebenarnya bukan saja pasangan suami istri tersebut yang akan mengalami goncangan emosional, tetapi juga orang tua, teman dan anak-anak.
• Seberapa besar keinginan orangtua yang bercerai untuk tidak memisahkan anak mereka, namun kenyataannya anak itu telah dipisahkan oleh dan atau dari kedua orangtuanya.
• Anak-anak menjadi korban. Majalah Newsweek memperkirakan bahwa 45% dari semua anak suatu saat akan hidup dengan satu orangtua saja sebelum mencapai usia 18 tahun. Dan 12 juta anak dibawah usia 18 tahun sekarang mempunyai orangtua yang telah bercerai.

Penelitian di Inggris tahun 1978 menunjukkan bahwa anak-anak yang orangtuanya bercerai mempunyai harapan hidup yang lebih pendek dan kemungkinan sakit lebih besar. Di New York dua dari tiga remaja yang bunuh diri adalah remaja yang orangtuanya bercerai. Anak-anak ini membawa pola perasaan tidak aman, depresi, kuatir, dan marah sampai ke masa dewasa

Menurut Gerungan bahwa sebagian besar pada anak-anak berasal dari keluarga yang sudah tidak utuh strukturnya (Gerungan, 1972: 20). Keluarga yang pecah ialah keluarga dimana terdapat ketiadaan salah satu dari orang tua karena kematian, perceraian, hidup berpisah, untuk masa yang tak terbatas ataupun suami meninggalkan keluarga tanpa memberitahukan kemana ia pergi (Abdullah Kelib, 1990: 20).

Hal ini disebabkan karena:

• Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan tuntutan pendidikan orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing-masing sibuk mengurusi permasalahan serta konflik batin sendiri.

• Kebutuhan fisik maupun psikis anak remaja menjadi tidak terpenuhi, keinginan harapan anak-anak tidak tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya.

• Anak-anak tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup susila. Mereka tidak dibiasakan untuk disiplin dan kontrol diri yang baik. Sebagai akibat bentuk pengabaian tersebut, anak menjadi bingung, resah, risau, malu, sedih, sering diliputi perasaan dendam, benci, sehingga anak menjadi kacau dan liar. Dikemudian hari mereka mencari kompensasi bagi kerisauan batin sendiri diluar lingkungan keluarga, yaitu menjadi anggota dari suatu gang kriminal; lalu melakukan banyak perbuatan brandalan dan kriminal.

4. Aplikasi Solusi

Perceraian disebabkan karena berbagai masalah keluarga misalnya pasangan memang belum siap untuk membina rumah tangga karena landasan yang masih belum matang, waktu perkenalan yang sempit, ego yang tinggi, kekerasan dalam rumah tangga, permasalahan anak, permasalahan ekonomi, hingga ketidakcocokan dengan mertua. Rumah tangga yang tidak terbina dengan baik dari awal memang rawan oleh konflik dan perceraian.

Untuk menghindari akibat perceraian, berikut beberapa hal penting untuk hindari perceraian.

1) Perceraian dapat dihindari mulai dari sebelum pernikahan, yakni dengan masa perkenalan yang cukup sehingga Anda dapat mengenal pasangan dengan lebih baik.

2) Hindari perceraian akibat konflik internal yang tak kunjung selesai dapat dicegah dengan duduk bersama dan berkomunikasi. Komunikasi suami istri harus dilakukan dengan kesadaran dan niat kuat untuk hindari perceraian dan memperbaiki pernikahan. Komunikasi yang dilakukan harus dapat mengesampingkan ego guna mencari jalan keluar untuk masalah rumah tangga.

3) Melalui masa introspeksi diri, masing-masing pihak dapat lebih tenang dan berpikir lebih objektif. Instrospeksi diri merupakan masa penyadaran untuk kembali mengutamakan kepentingan rumah tangga yang terbina mengingat Anda telah membuat janji komitmen dari awal pernikahan. Dengan introspeksi diri, Anda akan dapat menyadari bahwa tidak ada pasangan yang sempurna bahkan diri Anda sendiri, hanya sikap saling menerima dan memberi dengan tulus yang dapat membuat kebahagiaan dalam rumah tangga. Anda tidak bisa merubah pasangan menjadi seperti yang Anda inginkan, namun Anda bisa mengubah respon diri Anda menghadapi setiap sikap dan perlakuannya.

4) Sadarilah bahwa perceraian bukanlah jalan keluar bagi persoalanmu. Jangan menempuh jalan perceraian.

5) Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT), dengan selalu dekat kepada-Nya maka hati akan enang dan jaug dari rasa amarah ataupun emosi negaif yang dapa muncul pada saat terjadi konflik.

6) Dengan anugerah Tuhan berikanlah maaf kepada pasangan hidup Anda tanpa mempersoalkan betapa besar kesalahan yang telah diperbuatnya.

7) Datang atau minta bantuan pihak ketiga (orangtua, saudara, teman, atau siapapun yang anda percaya) untuk membantu menyelesaikan masalah Anda dan pasangan. Anda dapat juga mengikuti konseling pernikahan/ konseling keluarga.

Langkah-langkah untuk hindari perceraian harus dilakukan sejak dini semenjak Anda menyadari bahwa rumah tangga Anda sedang dalam masalah.
1. Jangan membiarkan masalah berlarut-larut karena dapat menyebabkan masalah rumah tangga Anda mendapat campur tangan berbagai pihak dan menjadi lebih kompleks.

2. Carilah jalan keluar untuk masalah rumah tangga Anda sesegera mungkin. Jika jalan keluar untuk masalah rumah tangga telah ditemukan, Anda berdua harus memiliki komitmen untuk menjalaninya.

5. Teori Konseling Keluarga

Dari berbagai problem kerumahtanggaan seperti tersebut diatas, maka konseling perkawinan menjadi relevan, yakni membantu agar klien dapat menjalani kehidupan berumah tangga secara benar, bahagia dan mampu mengatasi problem-problem yang timbul dalam kehidupan perkawinan. Oleh karena itu maka konseling perkawinan pada prinsipnya berisi dorongan untuk menghayati kembali prinsip-prinsip dasar, hikmah, tujuan dan tuntunan hidup berumah tangga menurut ajaran Islam. Konseling diberikan agar suami/istri menyadari kembali posisi masing-masing dalam keluarga dan mendorong mereka untuk melakukan sesuatu yang terbaik bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarganya.

Jika memperhatikan kasus perkasus maka konseling perkawinan diberikan dengan tujuan:

• Membantu pasangan perkawinan itu mecegah terjadinya/meletusnya problema yang mengganggu kehidupan perkawinan mereka.
• Pada pasangan yang sedang dilanda kemelut rumah tangga, konseling diberikan dengan maksud agar mereka bisa mengatasi sendiri problema yang sedang dihadapi.
• Pada pasangan yang berada dalam tahap rehabilitasi, konseling diberikan agar mereka dapat memelihara kondisi yang sudah baik menjadi lebih baik.

Ada dua cara utama yang bisa dipakai dalam Anda memberikan konseling kepada sebuah keluarga. Keluarga bisa menjadi sistem pendukung di mana anggota-anggotanya memberi bantuan dan tuntunan kepada anggota yang lainnya, atau keluarga sebagai unit dapat dilihat sebagai suatu sistem terapi yang dapat menerima bantuan dan perawatan konseling.

1) Keluarga Sebagai Suatu Sistem Pendukung
Meskipun beberapa keluarga terpisah secara geografis atau terpisah karena ketidakcocokan dan tekanan, namun keluarga besar (termasuk di dalamnya kakek, nenek, bibi, paman, dan sepupu) memberikan bantuan dalam berbagai cara.

2) Keluarga Sebagai Sistem Terapi
Ada saat-saat di mana keluarga menjadi bagian dari masalah klien. Bahkan saat anggota keluarga benar-benar ingin membantu, kadang-kadang mereka malah mengganggu jalannya konseling dan lebih banyak menimbulkan masalah daripada menyelesaikan masalah. Karena pengaruh-pengaruh inilah, beberapa konselor memilih untuk bekerja dengan seluruh keluarga, meskipun hanya ada satu anggota keluarga saja yang dianggap bermasalah.

Azas Konseling Perkawinan

Dengan memperhatikan kasus yang sedang dialami oleh masing-masing pasangan, dan dengan berpedoman kepada ajaran Islam tentang kehidupan perkawinan, maka konseling diberikan dengan azas-azas sebagai berikut:

a) Prinsip kebahagian seperti yang terkandung dalam ungkapan My house is my castle atau baiti jannati, haruslah mengacu pada konsep kebahagiaan seperti yang diajarkan oleh al Qur’an, yaitu falah, fauz dan sa’adah, yakni kebahagiaan dunia akhirat, kebahagiaan yang diridhai Allah, bukan kebahagiaan palsu.

b) Bahwa rumah tangga yang bahagia (keluarga sakinah) itu berdiri atas sendi kasih sayang, atau mawaddah wa rahmah.

c) Bahwa suami istri itu harus berkomunikasi atau musyawarah, menyangkut urusan mereka.

d) Bahwa rumah tangga itu ibarat kapal yang harus di nakhodai dengan hati-hati dan sabar.

e) Dalam perselisihan keluarga, kedua belah pihak harus mengutamakan kemaslahatan dari pada kemenangan.

Tidak ada komentar: